Sejarah Perjuangan Kolonel Slamet Riyadi


Riyadi terlahir dengan nama Sukamto di Surakarta, Jawa Tengah, Hindia Belanda, pada tanggal 26 Juli 1927. beliau adalah putra kedua dari pasangan Raden ngabehi Prawiropralebdo. seorang Perwira pada tentara Kesultanan, dan soetati seorang penjual buah. saat Sukamto berusia 1 tahun Ibunya menjatuhkannya ya kemudian jadi sering sakit-sakitan. untuk membantu menyembuhkannya penyakitnya, keluarganya “menjualnya” dalam ritual tradisional suku Jawa kepada pamannya, warnenhardjo setelah ritual, nama Sukamto[1] diganti menjadi slamet. meskipun setelah ritual secara formal Ia adalah putra warnenhardjo, selalu tetap dibesarkan di rumah orang tuanya. beliau menganut Katolik Roma serta dikatakan bahwa sejak kecil selamat menyukai tirakat dengan berpuasa dan gaib.
Selamat menempuh pendidikan di sekolah milik Belanda. Sekolah Dasar dilaluinya di hollandsch-inlandsche school Ardjoeno[2], sebuah sekolah swasta yang dimiliki dan dikelola oleh kelompok agamawan Belanda. saat bersekolah di sekolah mangkoeNegaran, ia memperoleh nama belakang Riyadi karena ada banyak siswa yang bernama selamat di sekolah tersebut. saat di sekolah menengah juga ayahnya mengambilnya dari sang Paman. setelah Tamat sekolah menengah dan saat Jepang menduduki hindia-belanda pada tahun 1942, beliau melanjutkan pendidikannya ke Akademi pelaut Jakarta. setelah lulus, beliau bekerja sebagai navigator[3] di sebuah kapal laut. Saat tidak bekerja di laut, terlihat di tinggal disebuah asrama di dekat Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, sesekali Ia juga bertemu dengan para pejuang bawah tanah. Pada 14 Februari 1945, setelah Jepang mulai mengalami kekalahan dalam perang dunia ke-II, Riyadi beserta rekannya sesama pelaut meninggalkan asrama mereka dan mengambil senjata. Haryadi pulang ke Surakarta dan mulai mendukung gerakan perlawanan disana. ia tidak ditangkap oleh polisi militer Jepang atau unit lainnya selama masa pendudukan, yang berakhir dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945[4].

 Ketika Jepang mendarat di Indonesia dan menggantikan Belanda, Selamat Riyadi terpanggil untuk berjuang melancarkan aksi perjuangan. ia berhasil Melarikan kapal kayu Jepang dan menggalang kekuatan dari para pemuda X peta kebun sehingga terbentuk pasukan setingkat Batalyon. Salah satu keberhasilan pasukan yang dipimpin oleh seorang menteri adalah merebut dan melucuti senjata tentara Jepang. ketika terjadi Agresi Militer Belanda II[5], Slamet dan pasukannya kembali pertempuran karir militernya menanjak. Tugas Slamet sebagai komandan telah bertempur melawan serdadu Belanda di kota Solo. pasukan Slamet sangat terkenal ketangguhannya dan taktik perang gerilya yang diterapkan, Belanda kerap dibuat kocar-kacir[6]

Tidak hanya perang gerilya, di bawah komando Slamet Riyadi, pasukannya sukses melancarkan “serangan umum kota Solo” yang berlangsung selama 4 hari 4 malam, 7 - 11 Agustus 1949. Serangan yang mengakibatkan kerugian besar bagi Belanda itu dilakukan secara frontal[7] dan berlangsung siang malam. sebanyak 7 serdadu Belanda tewas tertembak dan 3 orang lainnya berhasil ditawan. akibat perlawanan gigi para pejuang, Belanda akhirnya sepakat melakukan gencatan senjata disusul penyerahan Solo ke pangkuan Indonesia, Komandan pasukan Belanda di Solo, Letkol Van Ohl, sangat terkejut saat berhadapan langsung dengan slamet Riyadi. Ia sama sekali tak mengira jika komandan gerilyawan yang telah memporak-porandakan[8] masuknya itu ternyata masih sangat muda. pada tahun 1950, saat pemberontakan RMS meletus, Kolonel Slamet Riyadi yang kala itu memimpin Batalyon 352 juga langsung dikirim ke Ambon. tugas ini merupakan tugas yang paling terakhir karena komandan muda itu gugur di benteng Victoria Ambon akibat jebakan musuh[9].


0 Response to "Sejarah Perjuangan Kolonel Slamet Riyadi"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel