Peninggalan Sejarah Candi Simping Lengkap yang masih menjadi Misteri
Tempat Pariwisata
Wilayah Blitar memiliki potensi pariwisata yang dapat
menarik pengunjung baik dari tempat wisata alam dan tempat bersejarah. Beberapa
objek wisata yang patut dipertimbangkan di kawasan ini tersebar merata di
seluruh Kabupaten Blitar. Di daerah Kademangan ini ada beberapa tempat wisata
menarik untuk dikunjungi seperti Bukit Bunda, Bukit Bonsai, Kampung Coklat dan
lainnya. Selain itu ada juga wisata sejarah yang menarik di daerah ini, salah
satunya adalah Situs Sejarah Candi Simping di desa Sumberjati Kademangan,
Kabupaten Blitar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan dan
memahami sejarah pendirian Kuil Simping, untuk mengetahui kondisi sosial-budaya
masyarakat di sekitar Situs Sejarah Kuil Simping dan untuk memahami potensi
objek wisata sejarah Simping. Candi di daerah Kademangan. Objek penelitian ini
adalah di wilayah Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar.
Subjek penelitian ini adalah sumber data yang diminta untuk informasi sesuai
dengan rumusan masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
melalui pendekatan kualitatif yang secara langsung melihat kondisi dan fenomena
di sekitar Candi Simping. Metode pengumpulan data yang digunakan menggunakan
observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Studi ini menjelaskan bahwa Candi
Simping memiliki objek wisata potensial untuk dikembangkan dengan nilai-nilai
kearifan lokal.
Candi Simping
Kata candi, yang biasanya digunakan
untuk mengidentifikasi sisa-sisa kuno yang berasal dari periode klasik
Indonesia, perlu penjelasan. Istilah ini secara umum diterima sekarang sebagai
berasal dari candika sansekerta[1], nama dewi Hindu Durga, yang mendiami kuburan.
Secara teknis, oleh karena itu candi digunakan untuk menunjukkan sebuah makam
atau tempat suci kuno. Namun, dalam kenyataannya, kami menemukan kata yang
digunakan dalam konteks yang jauh lebih luas, dan saat ini diterapkan pada
semua situs arkeologi, termasuk gerbang dan tempat mandi. Maka, dalam konteks
kontemporer, seorang candi dapat dilihat sebagai tempat yang mengandung roh
yang hidup, dihormati baik untuk usianya maupun kualitas misterinya. Dalam
pengertian ini, itu tidak berbeda dengan pusaka, atau pusaka sakral.
Nagarakertagama membedakan empat jenis
bangunan suci, tetapi sulit untuk mengetahui dengan pasti mana di antara mereka
yang benar-benar candi dan mana yang tidak. Telah disarankan bahwa
bangunan-bangunan yang disebut sebagai dharma baji, yang 27 di antaranya
terdaftar, dapat dianggap sebagai tempat suci kerajaan. Ini termasuk
Kagenengan, Tumapel, Kidal, Jajaghu, Weda-wedwan, Tudan, Pikatan, Bukul,
Jawa-jawa, Antang, Antasari, Kalangbret, Jaga, Balitar, Cilabrit, Waleri,
Babeg, Kukap, Lumbang, Pagor, Antahpura, Telusuri, Simping, Ranggapura, Buddhi
Kuncir, Prajnaparamitapuri dan Bhayalango[2].
Dari yang disebutkan di atas,
satu-satunya yang dapat kita identifikasi dengan pasti hari ini adalah Tumapel
(Singosari), Kidal, Jajaghu (Jago), Jawa-jawa (Jawi), Simping (Sumberjati) dan
Bhayalango. Kagenengan dan Antahpura diketahui dari literatur sebagai terhubung
dengan Ken Angrok dan Kertarajasa, tetapi lokasi pasti dari tempat-tempat ini
belum diketahui.
Saat ini, Candi Simping masih
dalam keadaan berupa reruntuhan. Pada mulanya, Candi Simping meupakan
persemayaman abu jenazah Raden Wijaya, Raja Kerajaan Majapahit dalam
perwujudannya sebagai Hari-Hara (gabungan Wishnu dan Shiwa)[3]. Candi ini
disebut-sebut di naskah Negarakertagama dan direnovasi oleh Raja Hayam Wuruk
pada tahun 1285 Syaka (1363). Para sejarawan memperkirakan batu ini berfungsi
sebagai tempat sesajian.
Keaslian Candi Simping
Saat
ini, candi ini hanya berupa lantai pondasinya saja, sementara bangunan utuhnya
telah runtuh. Candi ini dibangun dengan bahan dasar batu andesit, berbeda
dengan candi-candi yang ditemukan di wilayah Trowulan, Mojokerto. Kontruksi
gambar yang dibuat oleh Dinas Kepurbakalaan menggambarkan candi ini indah dan
ramping meninggi. Pada batur candi setinggi 75 cm, panjang 600 cm dan lebar 750
cm ini terpahat relief berbagai macam binatang. Di antaranya Singa, angsa, merak , burung garuda, babi hutan dan kera. Di sisi barat ada tangga
(flight step)[4] yang dulu digunakan sebagai jalan masuk ke ruang candi. Di
tengah-tengah batur candi ini terdapat batu berbentuk kubus dengan ukuran 75
cmx 75 cm x 75 cm. Pada bagian atas batu ini dipahat relief kura-kura dan naga
yang saling mengkait mengitari batu tersebut. Tak jelas apa guna atau fungsi
batu berbentuk kubus ini. Para sejarawan memperkirakan batu ini berfungsi sebagai
tempat sesajian untuk para desa. Pada badan candi yang direkontruksi di halaman
candi terdapat hiasan-hiasan bermotif sulur-suluran dan bunga. Sementara pada
mustaka candi terdapat pelipit-pelipit garis dan bingkai padma (bunga teratai).
Dari rentuhan yang ada diperkirakan bentuk candi Simping ini ramping (slime)
sebagaimana bentuk jandi-candi Jawa Timuran. Di atas pintu utama dipahat kepala
Kala yang kelihatan menyeramkan sebagai penjaga pintu Pahatan kepala kara ini,
seperti umumnya kepala Kara model Jawa Timur-an, tidak dilengkapi dengan
Makara. Pada sisi utara, timur dan selatan terdapat cerukan yang masing-masing
di atasnya juga terpahat patung Kala.
Di badan candi yang direkontruksi
di halaman candi terdapat hiasan-hiasan bermotif sulur-suluran dan bunga.
Adapun di mustaka candi terdapat pelipit-pelipit garis dan bingkai Padma (bunga
teratai). Dari reruntuhan yang ada diperkirakan bentuk Candi Simping ini
ramping (slime)[5] sebagaimana bentuk
candi-candi Jawa Timuran. Di atas pintu utama di pahat kepala kala yang
kelihatan menyeramkan sebagai penjaga pintu. Pahatan Kepala Kala ini Pada sisi
utara, Timur dan Selatan terdapat cerukan yang masing –masing di atasnya juga
terpahat patung kala. Pahatan (patung) kepala Kala ini sekarang tampak
berserakan di halaman candi.
Saat
ini, candi ini hanya berupa lantai pondasinya saja, sementara bangunan utuhnya
telah runtuh. Candi ini dibangun dengan bahan dasar batu andesit, berbeda
dengan candi-candi yang ditemukan di wilayah Trowulan, Mojokerto. Kontruksi
gambar yang dibuat oleh Dinas Kepurbakalaan menggambarkan candi ini indah dan
ramping meninggi. Pada batur candi setinggi 75 cm, panjang 600 cm dan lebar 750
cm ini terpahat relief berbagai macam binatang. Di antaranya Singa, angsa, merak , burung garuda, babi hutan dan kera. Di sisi barat ada tangga
(flight step) yang dulu digunakan sebagai jalan masuk ke ruang candi. Di
tengah-tengah batur candi ini terdapat batu berbentuk kubus dengan ukuran 75
cmx 75 cm x 75 cm. Pada bagian atas batu ini dipahat relief kura-kura dan naga
yang saling mengkait mengitari batu tersebut. Tak jelas apa guna atau fungsi
batu berbentuk kubus ini. Para sejarawan memperkirakan batu ini berfungsi sebagai
tempat sesajian untuk para desa. Pada badan candi yang direkontruksi di halaman
candi terdapat hiasan-hiasan bermotif sulur-suluran dan bunga. Sementara pada
mustaka candi terdapat pelipit-pelipit garis dan bingkai padma (bunga teratai)[6].
Dari rentuhan yang ada diperkirakan bentuk candi Simping ini ramping (slime)
sebagaimana bentuk jandi-candi Jawa Timuran. Di atas pintu utama dipahat kepala
Kala yang kelihatan menyeramkan sebagai penjaga pintu Pahatan kepala kara ini,
seperti umumnya kepala Kara model Jawa Timur-an, tidak dilengkapi dengan
Makara. Pada sisi utara, timur dan selatan terdapat cerukan yang masing-masing
di atasnya juga terpahat patung Kala.
Dihalaman candi sebelah timur
laut terdapat tiga buah lingganya kecil. Tidak jelas tempat lingga yoni. Hanya saja
anehnya, pada bagian bawah lingga untuk menancapkan ke yoni ini tidak berbentuk
silinder, tetapi segiempat, sedangkan di bagian atas bersegi delapan. Di dekat
lingga yoni ini ada beberapa patung yang tak jelas patung siapa karena
kepalanya sudah tidak ada sehingga tidak
bias dikenali. Di sudut tenggara halaman candi terdapat patng singa yang duduk
diatas Padmasana[7]. Namun, patung singa ini kepalanya sudah tidak ada, tinggal
badannya saja. Adapun di sebelah selatan batur candi terdapat sebuah lingga miniatur
candi . diduga kuat disini ada patung Hari
Hara yang kini tersimpan di museum Jakarta.
Konstruksi gambar yang dibuat
oleh Dinas Kepurbakalaan menggambarkan candi in indah dan ramping meninggi.
Candi Simping adalah makam Raja Raden Wijaya (raja pertama dari Dinasti
Majapahit) yang bergelar Sri Kertarajasa Jayawardhana. Keterangan imi
terdapatdi kitab Negara Kertagama yang ditulis Empu Prapanca[8]. Oleh Karena itu, bias
dipahami Raja Hayam Wuruk dalam kunjunganya ke Daerah Blitar singgah kali singgah di candi ini. Hayam
wuruk dan Mahapatihnya, Gajah mada pernah menginap di candi ini. Kondisi Candi
Simping tidak memungkinkan untuk di pugar, karena terlalu banyak bagian candi
yang hilang. Kitab Negarakertagama menyebutkan candi itu merupakan tempat raden
Wijaya diperabukan. Akan tetapi, kitab itu juga menyebutkan bahwa Raden Wijaya
diperabukan di candi Baru Trowulan. Candi itu juga memiliki relief jenis
pradasina, relief yang dibaca searah jarum jam. Biasanya relief pradsina tidak
digunakan di Candi yang berfungsi sebagai makam. Peneliti di Balai Arkeologi
Yogyakarta. Bernama Nurhadi Rangkuti menulis bahwa kakawin Negarakertagama
mencatat kertarajasa meninggal pda tahun saka 1231 (1309 M) dan di dharma kan
di Simping dengan sifat Siwaitis dan Artapura dengan Sifat Budhistis[9].
Sekian Postingan tentang Candi Simping kali ini, bila bermanfaat jangan lupa share ke teman-teman kalian, agar mengerti tentang Sejarah Candi Simping
0 Response to "Peninggalan Sejarah Candi Simping Lengkap yang masih menjadi Misteri"
Post a Comment