Sejarah Pahlawan Aceh Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien lahir pada tahun
1848 di Aceh Besar di wilayah VI Mukimin. Beliau terlahir dari kalangan
keluarga bangsawan. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, yang mempunyai
keturunan dari Datuk Makhudum Sati. Datuk Makhudum Sati datang ke Aceh pada abad ke -18 ketika
kesultanan Aceh diperintah oleh sultan Jamalul Badrul Munir[1]. Oleh sebab itu,
Ayah dari Cut Nyak Dien merupakan keturunan Minangkabau . Ibu Cut Nyak Dien
adalah putri Uleebalang lampagar. Pada masa kecil , Cut Nyak Dien memperoleh
pendidikan agama dan rumah tangga dididik oleh orang tuanya dan guru agamanya.
Pada usia 12 tahun beliau sudah dinikahkan oleh orang tuanya pada tahun 1862
dengan Teuku Ibrahim Lamnga, putra dari Uleebalang Lamnga XIII. Namun pada
tahun 1878, Teuku Ibrahim lamnga suami dari Cut Nyak Dien gugur dalam perang
melawan Belanda di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878[2].
Tidak lama setelah kematian
Ibrahim Lamnga, Cut Nyak Dien dipersunting oleh Teuku Umar pada tahun 1880.
Teuku Umar adalah salah satu tokoh yang melawan Belanda . Pada awalnya, Cut
Nyak Dien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam
medan perang, Cut Nyak Dien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880.
Mereka dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Cut Gambang. Setelah
pernikahannya dega Teuku Umar, Ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan
Belanda. Perang Fi’sabilillah[3]. Sekitar
tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan
hubungannya dengan Orang Belanda makin kuat .
Pada tanggal 30 september 1893,
Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan
“Menyerahkan diri” kepada Belanda. Belanda sangat senang Karena musuh yang
berbahaya mau membantu mereka, sehinnga mereka memberikaan Teuku Umar gelar
Tuku Umar Johan[4] pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan
kekuasaan penuh.
Teuku Umar dituduh sebagai
penghianat . Cut Nyak Dien berusaha menasihatinnya untuk kembali melawan
Belanda. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu
mencoba untuk mempelajari taktik belanda dan pelan-pelan mengganti sebanyak
mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada
pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda
dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh. Teuku Umar dan Cut Nyak Dien
pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi
Belanda, lalu tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut Het Verraad van Teukoe Oemar [5] (Penghianatan
teuku Umar).
Mereka mulai menyerang Belanda
dan pasukan musuh berada pada kekacauan sehingga jenderal Van Swieten diganti.
Pengganinya, Jenderal Jakobus Ludovicius Hubertus Pel,dengan cepat terbunuh dan
pasukan Belanda berada pada kekacauan. Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar
dan membakar rumahnya, serta juga mengejar keberadaannya. Teuku dan Cut Nyak
Dien terus menekan Belanda, lalu menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh
(bekas basis Teuku Umar) sehingga Belanda terus-terusan mengganti jenderal yang bertugas . Unit Marsose[6] lalu
dikirim ke Aceh. Mereka dianggap kejam dan sangat sulit ditaklukkan oleh orang
Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan marsose merupakan orang Tionghoa-Ambon
yang menghancurkan semua yang ada di jalannya. Akibat dari hal ini, pasukan
Belanda merasa Simpati kepada orang Aceh dan Van der Heyden[7] membubarkan unit
marsose. Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jenderal selanjutnya karena
banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan
ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.
Jenderal Joannes Benedictus van
Heutsz[8] memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk
memata-matai pasukan pemberontak Teuku Umar sebagai informan. Oleh karena itu, belanda menemukan
rencana Teuku umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899 Akhirnya , teuku Umar Gugur tertembak peluru. Setelah kematian Teuku Umar, Cut
Nyak Dien mempin pasukan perlawanan melawan Belanda didaerah pedalaman Meulaboh
bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus
bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda sudah
terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu , Cut Nyak Dien sudah makin
tua. Cut Nyak Dien akhirnya dibuang di Sumedang[9], Jawa Barat , Hal tersebut karena
ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanandan
juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk. Beliau
dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik
perhatian Bupati Suriaatmaja. Beliau ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang
segera menyadari bahwa Cut Nyak Dien merupakan ahli dalam agama islam. Oleh
karena itu, beliau dijuluki sebagai “Ibu Perbu” Pda tanggal 6 November 1908, Cut
Nyak Dien meninggal[10] karena usianya yang sudah tua. Makam “Ibu Perbu” baru
ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali
Hasan. Cut Nyak Dien diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional
Indonesia melalui SK Presiden RI No[11]. 106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.
0 Response to "Sejarah Pahlawan Aceh Cut Nyak Dien"
Post a Comment